Aku tak banyak berfikir tentang kedua hal ini awalnya.
Jelas karena ini hanya sebatas quote yang kudengar saat training di organisasiku, disampaikan oleh seorang senior.
Beliau bilang, "Kita bisa mencintai tanpa harus memimpin. Namun ketika menjadi pemimpin, kita harus mencinta". Sempit sekali aku berfikir saat itu. Dan lihatlah, seiring waktu, seiring bertambahnya potongan-potongan kisah yang terlewati, aku sedikit banyak mulai mengerti setelah berusaha memahami.
Baru-baru ini aku sungguh sangat merasakan kalimat itu.
Mungkin memang benar, ada banyak kriteria yang harus dimiliki seseorang untuk dijadikan pemimpin. Tapi bukankah tak akan ada orang yang sempurna didunia ini?
Maka disaat itulah, didetik aku hampir menyerah mencari siapa sang penerus kepemimpinan tersebut, jawaban itu dikirimkan-Nya.
Allah datangkan seseorang itu.
Entahlah, ini hanya menurutku.
Bagiku, aku melihat ada cinta didirinya. Cinta yang berbentuk rasa memiliki dan kepedulian yang besar. Cinta yang berbentuk semangat memperjuangkan kebaikan organisasi kecil kami. Cinta yang berbentuk sebetik perasaan terluka. Merasa luka ketika orang banyak di organisasi seolah tutup mata dengan masalah yang dialami organisasi kecil kami. Padahal jika benar kami satu bagian dari badan organisasi itu, bukankah saat ada yang terluka, yang lain ikut merasakan luka?
Sekali lagi aku juga tahu.
Mungkin memang benar, ada banyak kriteria yang harus dimiliki
seseorang untuk dijadikan pemimpin. Tapi bukankah tak akan ada orang
yang sempurna didunia ini?
Mungkin memang benar pula ketika yang mencintai tak selamanya dijadikan pemimpin.
Tapi, kawan, di zaman yang semakin seperti ini, sungguh aku merasa bisakah kita menemukan seorang pemimpin yang bisa mencintai seperti itu?
Teringat kembali pula kata-kata itu, "Jadilah pemimpin, yang mencintai dan dicintai yang dipimpinnya."
Baiklah, cinta bagi beberapa orang bukanlah segalanya.
Tapi ketika seseorang benar cinta, cinta yang sebenar-benarnya, bukankah dia akan selalu berusaha memberikan yang terbaik bagi yang dicintainya. Andai kata ada didirinya yang kurang, bukankah kata ajaib itu bisa membangkitkan semangat untuk selalu menjadikan dirinya lebih baik lagi? Aku yakin dengan kekuatan itu. Sama yakinnya dengan cinta seseorang yang benar, semisal seorang calon ibu. Ketika dia sadar tak bisa melakukan ini itu diawal, pasti dia akan belajar memperbaiki dirinya bukan? Seiring waktu belajar hingga benar-benar bisa memberikan yang terbaik demi buah hati dan keluarganya.
Ya. Ini tentang cinta seorang pemimpin. Sebatas pengetahuanku yang terbatas
Tapi jangan tanya aku untuk makna kalimat tersebut dalam hal cinta dan 'imam'. Aku angkat tangan.
Walau aku memang pernah mendengar dan sejenak memikirkan, "Bagi seorang wanita, lebih baik hidup dengan lelaki yang mencintainya daripada hidup dengan orang yang dicintainya". Tulisan penulis favoritku itu, aku angkat tangan. Tidak ingin mencari pembenaran.
Hanya satu yang aku pedulikan, semoga aku tidak termasuk kedalam golongan wanita yang dicintai lelakinya, ataupun sebaliknya. Sebatas cinta pada makhluk yang sama lemahnya. Yang aku pedulikan untuk kasus ini, semoga kelak aku ialah wanita yang termasuk dalam golongan seseorang yang dicintai lelakinya karena dia mencintai Tuhanku. Dan sebaliknya, asemoga aku pun mencintainya karena cintaku pada Tuhanku.
Biar kekal kini dan nanti. Agar bertemu dengan kebahagiaan yang menenangkan di syurgaNya. Karena sama-sama ridha dan diridhai Tuhannya.
Ah, ya. Semoga kalian juga sama. Maaf jadi ngelantur kesini :D
At least, moga semua insan yang baca tulisan ini selalu bisa belajar jadi khalifah-Nya, belajar menjadi pemimpin yang mencintai dan dicintai yang dipimpinnya. Amin!